Senin, 29 Maret 2010

Lycosidae: dari sahabat petani hingga penghuni kegelapan abadi

Famili Lycosidae, atau sering dikenal sebagai wolf spider, merupakan laba-laba yang umum dijumpai di areal persawahan atau padang rumput. Mereka dikaruniai penglihatan yang sangat baik, sehingga beberapa di antara lycosid memiliki gaya hidup pengembara, seperti Ctenidae (wandering spider) dan beberapa laba-laba peloncat (Salticidae). Tidak seperti kelompok orb weaver, cob-web weaver, dan funnel weaver yang menggunakan jaring untuk menjerat mangsa; kelompok pemburu dan pengembara aktif memburu dan mengejar mangsa. Biasanya mangsa mereka adalah serangga seperti belalang, jangkerik, maupun wereng.

Sebagai pemburu aktif yang umum hidup dipersawahan, jenis-jenis wolf spider nampaknya memiliki peranan yang baik dalam menjaga keseimbangan ekosistem persawahan. Terutama kaitannya dalam mengontrol populasi serangga yang berpotensi hama seperti wereng. Untuk alasan itu, kiranya tidak muluk-muluk saya mencantumkan frasa 'sahabat petani' pada judul artikel ini.

Adelecosa anops, jenis yang hanya ditemukan di beberapa gua lava di Pulau Kauai, Kep Hawai; dinyatakan sebagai obligat gua. Ciri-ciri fisik seperti mata yang mereduksi total, dan pigmentasi yang juga mereduksi menjadikan jenis ini sangat unik. Keunikan, sebaran yang terbatas, dan ancaman terhadap eksistensi jenis ini telah menggugah banyak pihak dalam upaya penyelamatan. US Fish and Wildlife Service memasukkan jenis itu dalam kategori Endangered.

Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Araneae
Subordo : Opistothelae
Infraordo : Araneomorphae
Superfamili : Lycosoidea
Famili : Lycosidae

*Foto: Lycosidae

Jumat, 26 Maret 2010

Spider Watching, mungkinkah?

Kalau istilah bird watching (pengamatan burung) dan butterfly watching (pengamatan kupu-kupu) mungkin sudah tidak asing di telinga kita. Toh dewasa ini beberapa kawasan taman nasional di Indonesia, dan bahkan beberapa agen wisata sudah mengembangkan kedua kegiatan itu sebagai bagian dari wisata berwawasan alam, atau populer dengan istilah ekowisata. Dari tahun ke tahun peminat pengamatan hewan liar, terutama burung dan kupu-kupu, nampaknya semakin mengalami peningkatan. Ini didukung dengan maraknya kampanye antieksploitasi hewan liar, yang kemudian dikonversi ke tren baru, menikmati keindahan satwa di habitat aslinya.

Spider watching? Pengamatan laba-laba? Mungkin sangat asing di telinga orang Indonesia. Tapi percaya tidak percaya, aktivitas ini telah berkembang cukup pesat di negara-negara maju terutama di Amerika dan Eropa. Para penggemar laba-laba saat ini tidak hanya menjadikan laba-laba sebagai hewan kesayangan. Tetapi lebih dari itu mereka pergi ke berbagai tempat, mencari laba-laba di habitat asli, mengamati, mengidentifikasi, dan mendokumentasikannya. Setidaknya identifikasi dapat dilakukan sampai famili, dan lebih baik lagi sampai taksa yang lebih rendah. Mengingat kawasan subtropis memiliki keragaman jenis yang relatif rendah, didukung dengan majunya araneology (ilmu yang mempelajari laba-laba) di negara-negara barat, maka telah banyak tersedia buku panduan pengamatan (field guide), dengan gambar dan dilengkapi deskripsi jenis.

Mungkin nampak seperti pekerjaan yang aneh dan sia-sia. Tetapi jikalau dilihat lebih cermat lagi, aktivitas seperti itu banyak juga manfaatnya. Apalagi kalau berbicara tentang Indonesia yang notabene negara megabiodiversity (meskipun sayangnya belum sepenuhnya sadar akan kekayaan itu), pastilah sangat banyak jenis laba-laba yang dapat ditemukan. Dan mungkin juga jenis baru! Setidaknya kita akan lebih mengenal kekayaan alam negeri kita ini, dan lebih menghargai makhluk hidup ciptaanNya. Jadi apa salahnya kalau sekali-sekali cobalah mengamati dunia kecil milik laba-laba.

Mengamati laba-laba itu mudah, murah, dan mengasyikkan!

Mudah, karena sangat mudah menemukan laba-laba. Di pepohonan, di rimbunan rumput, di sekitar kolam, di balik batuan, di langit-langit rumah, bahkan di kolong tempat tidur Anda, sangat mungkin kita dapat menemukan makhluk berkaki 8 itu.
Murah, karena Anda tidak perlu repot-repot membawa berbagai peralatan mahal untuk dapat mengamati laba-laba. Buku panduan sederhana, lensa pembesar, dan kamera (jika ada) akan sangat membantu.
Mengasyikkan, ini mungkin baru dapat dirasakan jika sudah menemukan sensasi dari spider watching. Semakin sering mengamati laba-laba, akan semakin Anda tertantang menemukan jenis lain. Jika Anda mengidap arachnophobia (takut laba-laba dan kerabatnya), mungkin spider watching bisa menjadi terapi. Dimulai dari jenis-jenis yang kecil menggemaskan seperti lynx spider dan laba-laba peloncat (Salticidae) semakin meningkat ke jenis-jenis yang ‘menyeramkan’ macam tarantula dan sparassid.

Setahu saya, belum ada panduan lengkap tentang laba-laba di Indonesia. Jadi identifikasi sampai famili saja nampaknya sudah cukup susah. Dan memang tidak semua laba-laba dapat diidentifikasi hanya dengan mengamati secara langsung. Beberapa famili berikut mungkin relatif mudah dikenal:
Pholcidae (cellar spider) - memiliki tungkai-tungkai sangat panjang, membangun sarang di sekitar rumah, menggoyang sarang dengan keras jika merasa terganggu
Theridiidae (cob-web weavers) - laba-laba kecil keluarga black widow, sarang berbentuk tongkol, terkadang dilengkapi shelter yang terbuat dari potongan daun yang berbentuk kerucut
Araneidae, Tetragnathidae, dan Nephilidae (kelompok orb web) –, sarang berbentuk radial, sangat umum
Salticidae (jumping spider) – ukuran kecil sampai sedang, ciri khasnya memiliki 2 mata median anterior yang jauh lebih besar dari mata yang lain; dan seperti namanya, mereka meloncat dari satu tempat ke tempat lainnya. Mereka mudah ditemukan karena gaya hidup diurnal, memiliki mobilitas yang tinggi, memburu mangsa tanpa menggunakan jerat
Lycosidae (wolf spider) – biasa hidup di sawah, memburu serangga seperti wereng, ciri khas 2 mata median posterior ekstrim lebih besar.
Oxyopidae (lynx spider) - laba-laba kecil dengan susunan mata hexagonal, tungkai dengan spinae (semacam duri) panjang, gaya hidup pemburu mirip lycosid tetapi menyukai tajuk-tajuk rumput atau herba sebagai tempat menunggu mangsa.
Thomisidae (crab spider, flower spider) – relatif besar, memiliki tungkai-tungkai menyerupai kepiting, dengan abdomen besar, warna-warna cerah seperti kuning dan hijau, mata pada tuberkulus.
Sparassidae (huntsman) – sering ditemukan di dalam rumah, ukuran relatif besar
Theraphosidae (tarantula) – keluarga tarantula, hidup menggali lubang di tanah, di depan sarang diselubungi benang-benang halus.

Mereka yang mirip dengan laba-laba:
Opiliones (daddy long-legs, harvestmen) - mirip dengan cellar spider dilihat dari tungkai-tungkai yang ekstrim panjang. Hanya saja Opiliones merupakan ordo tersendiri, dengan ciri pembeda yang paling mudah yaitu tidak ada batas jelas antara cephalohorax dan abdomen (pada laba-laba ada tangkai pedisel)
Amblypygi (whip-spider), - dapat dibedakan dari abdomen yang berbuku-buku, pedipalp besar-raptorial, dan sepasang tungkai pertama mengalami modifikasi menjadi kaki antena

Poto: siapa tahu ada sparassid macam ini di bawah bantal Anda...

Laba-laba vs Serangga

Laba-laba jelas-jelas bukan serangga.
Di kalangan masyarakat sering terjadi salah kaprah yang menempatkan laba-laba sebagai bagian dari serangga. Padahal laba-laba dan serangga sangat berbeda dalam berbagai hal. Mudahnya dilihat dari morfologi, berikut perbedaan antara laba-laba dan serangga.

Laba-laba
- Tubuh terdiri dari 2 bagian, cephalotorak dan abdomen
- Kaki 4 pasang
- Alat mulut berupa chelicera
- Tidak ada antena

Serangga
- Tubuh terdiri dari tiga bagian; kepala, thorak, dan abdomen
- Kaki 3 pasang
- Alat mulut bervariasi, disesuaikan dengan tipe makanan
- Sepasang antena

Keluarga laba-laba

Laba-laba (Bangsa Araneae) adalah anggota Kelas Arachnida (hewan berbuku-buku). Mereka adalah kelompok hewan yang memiliki keanekaragaman yang besar, mudah beradaptasi, dan dapat ditemukan di semua benua kecuali Antartika. Sampai saat ini kurang lebih 38.000 jenis laba-laba telah diketahui (Sewlal and Cutler 2003).

Bangsa laba-laba dibagi manjadi dua subordo, yaitu Mesothelae dan Opistothelae. Mesothelae merupakan kelompok kecil yang hanya ditemukan di Asia Tenggara dan sebagian Asia Timur. Saat ini hanya ada satu famili yang masih survive, Liphistiidae. Opistothelae mendominasi bangsa laba-laba dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Opistothelae terdiri dari dua kelompok menurut kategori infraordo, yakni Mygalomorphae dan Araneomorphae. Pengelompokan ini secara umum berdasarkan tipe orientasi chelicera (organ yang menyerupai taring, berfungsi untuk menghisap cairan mangsa). Laba-laba dengan orientasi gigi taring chelicera paralel tergolong dalam Mygalomorphae, sedangkan laba-laba dengan orientasi gigi taring berlawanan tergolong Araneomorphae.

Sabtu, 06 Maret 2010

The Most Favourite Spider

Di antara banyak jenis laba-laba di dunia, mungkin kelompok tarantula adalah yang paling dikenal orang. Laba-laba ini memiliki popularitas yang tinggi mengingat rata-rata ukuran tubuhnya yang besar, sehingga beberapa enthusiasts mengkoleksi puluhan jenis laba-laba Fam. Theraphosidae ini sebagai hewan kesayangan.

Di Jawa ada beberapa jenis tarantula (lazim disebut ‘katel’), tetapi mungkin Marga Selenocosmia yang paling sering dijumpai. Beberapa waktu yang lalu saya menyempatkan diri ‘berburu’ laba-laba ini di perbukitan Menoreh, berharap menemukan jenis langka S. javanensis. Saya memulai perburuan dengan mencari sarang mereka. Sarang tarantula berada di tanah, biasanya di pematang/terasering, berupa lubang yang ditutupi dengan jaring-jaring yang tidak beraturan. Adanya jaring-jaring itu yang membedakan sarang laba-laba dengan sarang arachnid lain, misalnya kalajengking Heterometrus. Untuk melihat apakah sarang tersebut masih dipakai atau tidak, maka harus membuka jaring pelan-pelan, dan biasanya seekor tarantula akan terlihat dalam posisi siaga.

Pada perburuan itu saya berhasil mendapati beberapa sarang tarantula, namun sayangnya sebagian besar sudah tidak dipakai. Hanya dua sarang yang berisi tarantula, itupun berukuran kecil (hanya sebesar jari), dan saya tidak dapat memastikan jenis maupun tingkat kedewasaannya.

Sekilas tentang Laba-laba (Ordo Araneae)

Laba-laba adalah anggota Kelas Arachnida yang memiliki alat penghasil benang (silk) umumnya pada ujung abdomen. Ordo ini memiliki keragaman jenis yang besar, merupakan ordo terbesar ke 7 untuk semua organisme. Mereka dapat ditemukan di hampir semua habitat di bumi, berperan sebagai predator sehingga memiliki peran kunci bagi ekosistem di mana mereka hidup. Keunikan laba-laba adalah dominasi betina yang terlihat mencolok. Jantan terkadang sulit ditemukan, bahkan beberapa jenis parthenogenesis. Pada beberapa jenis ukuran tubuh jantan jauh lebih kecil, misalnya pada Nephila sp. Betina laba-laba janda (Latrodectus sp) memangsa jantan mereka setelah selesai kawin.

Semua laba-laba dapat menghasilkan benang. Secara umum, ada dua kelompok laba-laba (tidak termasuk kriteria klasifikasi taksonomi) dalam penggunaan benang. Kelompok pertama menggunakan benang untuk menjerat mangsa, sebuah kelompok yang didominasi araneoid group (orb-web, cob-web, dan sheet-web weaver). Kelompok kedua tidak menggunakan benang untuk menjerat mangsa, termasuk kelompok ini adalah laba-laba peloncat (Salticidae), wolf-spider (Lycosidae), sparassid, dan thomisid. Benang pada laba-laba dihasilkan oleh organ khusus bernama spinnerets. Organ ini memiliki bentuk dan susunan yang berbeda-beda, sehingga menjadi salah satu karakter dalam yang digunakan dalam membedakan famili, marga, dan bahkan jenis.

Sebagai pemangsa, laba-laba memiliki beberapa strategi dalam menangkap mangsa. Laba-laba penjerat membangun jaring penjerat dengan berbagai bentuk. Araneid (orb-weaver) membangun sarang berbentuk radial simetris yang dibentangkan untuk menghadang mangsa, umumnya serangga. Biasanya laba-laba menunggu pada tengah jaring, dan merespon dengan cepat setiap objek yang terjerat pada jaring. Masih kelompok penjerat, cob-web (Theridiidae) dan sheet-web weaver (Lyniphiidae) memiliki mekanisme yang hampir sama, dengan bentuk sarang masing-masing menyerupai tongkol dan lembaran. Kelompok laba-laba lainnya memiliki mekanisme berdiam diri, menunggu, dan menyergap mangsa. Termasuk di dalamnya adalah sparassid, tarantula, dan laba-laba tanah. Lycosid mungkin memiliki mekanisme sendiri, karena kelompok ini merupakan pemburu yang aktif.

Mayoritas laba-laba memiliki 8 mata, terdiri dari 2 mata medio-anterior, 2 mata latero-anterior, 2 mata medio-posterior, dan 2 mata latero-posterior. Meskipun demikian, beberapa laba-laba memiliki 6, 4, 2 mata, atau bahkan tak bermata. Dysderidae memiliki 6 mata, Nesticidae dengan 4 mata, dan Caponiidae dengan 2 mata. Adelocosa anops (lycosid di gua lava di Kauai) merupakan contoh laba-laba tak bermata. Laba-laba ini merupakan jenis obligat gua (US Fish&Wildlife 2004). Karakteristik mata, dan susunan mata dapat digunakan sebagai karakter pembeda dalam mengidentifikasi sampai tingkat famili. Lycosidae (mata medio-posterior jauh lebih besar dari lainnya), Salticidae (mata medio-anterior jauh lebih besar), Oxyopidae (selain medio-anterior tersusun heksagonal), Araneidae (mata lateral terpisah jauh) dan Thomisidae (mata pada tuberkulus) relatif mudah dibedakan dari famili lainnya karena susunan dan posisi mata yang khas.

Beberapa laba-laba memiliki peran positif bagi manusia. Lycosid dan oxyopid mudah ditemukan di areal persawahan. Mereka adalah pemangsa serangga sehingga berpotensi menjadi agensia pengendali hama. Benang yang dihasilkan laba-laba memiliki kekuatan dan elastisitas yang luar biasa sehingga memiliki potensi besar di masa depan.

(Sumber:BugGuide)

Photo: Lynx spider

Jumat, 05 Maret 2010

Jatuh Cinta











Kamu Memang Beda!!


Sayang…
Mengapa kamu sungguh cantik,

berbeda dengan yang lain?

Pesonamu…keanggunanmu…dan kisah hidupmu,
adalah keajaiban….

Matamu memang terpejam,
tapi aku tahu kamu merasakan keberadaanku saat aku di dekatmu
Sikapmu yang pemalu itu tanda keperawanan

Kukagumi betapa kuatnya kamu berjuang hidup

Dalam dunia yang kejam, yang tak kenal siang malam,

sebuah tempat yang miskin dengan sesuatu yang kami sebut energi,

sebuah tempat di mana gas bernama karbon dioksida begitu berlimpah

Dan kamu sanggup bertahan sekian lama…aku tahu itu…


Dan aku juga tahu, ada kerapuhan yang teramat sangat dibalik kekuatanmu itu
Aku sedih…

Mengapa banyak keluargaku yang menyakitimu…?
Yah…mungkin karena mereka tak menyadari keberadaanmu…

atau memang tak mau tahu?
Aku takut sekali kehilangan kamu…!


Kamu tetap saja misteri buatku, hadir dalam hidupku saat aku tak siap

Hingga kuhabiskan ratusan gelas kopi, ribuan batang rokok,

hanya buat memikirkanmu…semoga aku tidak gila
Kamu adalah obsesi…yang mungkin saja aku bisa terbunuh karenanya
Aku sungguh ingin mengenal kamu lebih dekat,
mengerti tentang keluargamu,
mengenalkanmu pada keluargaku,
mencintaimu dan menjagamu…

Ah, takkan habis kata untuk mengagumimu

Mungkin kamu dikirimNya untuk menyadarkanku…

Agar kugunakan otakku
Memikirkan kebesaran Sang Pencipta….

Semoga Tuhan mengijinkanku tuk sekedar mencintai kamu….


Jatuh cinta memang sesuatu yang unik…
Ribuan kata nan indah keluar dari mulut untuk memuja sang pujaan, matapun enggan beralih dari satu titik yang melambungkan imaji. Belum lagi debar-debar di dalam sana yang efeknya bisa membuat senyum-senyum tak terkendali. Tapi yang saya rasakan mungkin sedikit aneh atau bisa dikatakan tidak wajar. Saya tulis puisi di atas sebagai kekaguman untuk makhluk kecil yang secara tidak langsung membuka pikiran saya. Makhluk kecil itu tak lain adalah laba-laba ‘buta’ yang hidup di beberapa gua yang pernah saya kunjungi.

Sama halnya jika Anda sedang jatuh cinta dengan lawan jenis, saya kira semua bermula dari kekaguman, entah paras nan elok, bodi bahenol, atau karena kepribadian yang unik. Dari situ barulah muncul perasaan untuk selalu dekat dan mencurahkan kasih sayang. Itu juga yang saya rasakan, awalnya biasa saja saat saya ambil satu individu dari gua, sebagai spesimen koleksi. Tapi betapa terkejutnya saya, saat dilihat dibawah mikroskop, ternyata laba-laba ini beda! Matanya yang berjumlah 8 sudah mereduksi dan tinggal tersisa spot-spot berwarna putih. Seketika itu juga muncul puluhan pertanyaan dalam otak saya, troglobitkah? Jenis apa ya? Famili apa ya? Dll.

Pertanyaan-pertanyaan itu masih saja menggantung. Bagaimana tidak? Jenis ini kemungkinan new spesies, jadi tentu saja belum ada data sama sekali yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Tapi bagaimanapun saya sudah terlanjur sayang…justru saya berusaha memanfaatkan kondisi ini buat memancing diri untuk belajar, belajar, dan belajar. Semoga suatu saat bisa memberikan kontribusi dalam membuka tabir makhluk misterius itu. Amin

Photo: reduced eyes

Mereka ada di mana-mana: Laba-laba di Sekitar Kolam Taman

Seperti biasanya, hampir setiap pagi saya menyempatkan diri sekedar melihat-lihat taman kecil yang saya buat sebagai tempat melepas penat. Hanya sebuah taman kecil berukuran 2 x 3 meter, dilengkapi kolam kecil dengan selusin ikan-ikan kecil di dalamnya. Tapi pagi itu beda, perhatian saya fokus ke sebuah sarang laba-laba yang membentang tepat di atas kolam. Saya amati lebih dekat lagi, tadinya saya kira pradewasa Nephila (Fam. Nephilidae) mengingat ukuran tubuhnya yang kecil. Tapi setelah saya amati lebih cermat lagi, ternyata bukan, sepertinya lebih dekat ke Fam. Araneidae.

Belum puas mengamati laba-laba ini, mata saya menuntun ke pojok taman. Satu laba-laba lagi di antara nanas hias. Yang ini jenis yang umum, laba-laba yang sontak menggoyang-goyang keras sarangnya jika merasa terganggu. Dialah anggota orb-weaver (Fam. Araneidae) lainnya, saya kira dari Marga Argiope. Dan ternyata di dekatnya beberapa lain (Pholcidae) sedang merapikan sarang mereka. Mereka memiliki tungkai-tungkai yang ektrim panjang.

Tiga jenis laba-laba yang saya lihat itu membuat saya semakin tertarik untuk mencoba menemukan laba-laba lainnya. Wah, dan ternyata benar…saat saya balik daun tanaman (yang namanya saya tidak tahu), seekor laba-laba berwarna hijau cerah nampak terkejut. Sepasang tungkai depannya menunjukkan posisi waspada. Saya perhatikan susunan mata heksagonal dan tungkai-tungkainya dilengkapi duri-duri panjang, karakter khas lynx spider (Fam. Oxyopidae).

Satu pelajaran sangat berharga di pagi itu. Indonesia memang kaya! Hanya itu yang spontan terlintas dalam benak saya. Di sebuah taman kecil saja ada 4 laba-laba berbagi habitat, bagaimana dengan hutan tropis yang ekosistemnya stabil? Tapi sungguh ironis, bahkan jenis-jenisnya saja kita belum tahu. Diakui atau tidak, perhatian bangsa kita terhadap kekayaan hayati memang masih sangat kurang. Sebuah tantangan buat generasi muda…


Dimorfisme Seksual pada Kalacemeti

Amblypygi merupakan salah satu anggota Kelas Arachnida, bersama Uropygi dan laba-laba sejati (Araneae) termasuk golongan Megoperculata (Weygoldt 2000). Mereka memiliki tubuh yang pipih (flat) dan terbagi menjadi dua bagian yakni prosoma (cephalothorax) dan ophistosoma (abdomen). Bagian dorsal prosoma terlindungi oleh suatu lapisan yang disebut karapas; terdapat 8 mata yang dibagi menjadi dua kelompok mata; yaitu mata median (tengah) di bagian anterior, dan mata lateral di tepi dekat dengan margin karapas. Bagian ventral berderat coxa dari alat-alat gerak. Ophistosoma berbuku-buku, terlihat jelas baik pada bagian ventral maupun dorsal. Pada bagian ventral terdapat alat genitalia yang dilindungi genital opperculum.

Alat gerak Amblypygi terdiri dari sepasang kelisera, sepasang pedipalpi, dan 4 pasang tungkai. Kelisera adalah ciri spesifik Subkelas Chelicerata, berupa dua buah taring berfungsi untuk memangsa makanan. Pedipalpi pada Amblypygi, tidak sama dengan pada laba-laba sejati, telah termodifikasi menjadi besar, panjang dan raptorial. Bagian-bagiannya adalah coxa, trochanter, femur, tibia, basitarsus, dan distitarsus dengan cakar (Weygoldt 2000). Pedipalpi dilengkapi dengan spina (duri). Pada segmen tibia, duri-duri ini sering digunakan sebagai karakter pembeda pada tingkat genus. Sepasang tungkai pertama termodifikasi menjadi kaki antena yang berfungsi sebagai alat peraba.

Dimorfisme seksual adalah adanya perbedaan morfologi individu jantan dan betina selain pada organ genital. Beberapa spesies seperti Charinus brasilianus (Charinidae), Heterophrynus cheiracanthus, H. batesii (Phrynidae), Damon diadema (Phrynicidae) dan C. grayi memperlihatkan adanya perbedaan panjang pedipalpi untuk jenis kelamin berbeda. Spesies yang lain memperlihatkan dimorfisme seksual pada susunan spina dorsa di tibia pedipalpi (Weygoldt 2000). Dimorfisme seksual pada C. grayi ditunjukkan oleh perbedaan dimensi pedipalpi dan kaki antena. Jantan cenderung memiliki pedipalpi yang lebih ramping dan panjang, dan kaki antena (khususnya femur) lebih panjang daripada betina. Dimorfisme tersebut hanya dijumpai pada kalacemeti dewasa.