Kalau istilah bird watching (pengamatan burung) dan butterfly watching (pengamatan kupu-kupu) mungkin sudah tidak asing di telinga kita. Toh dewasa ini beberapa kawasan taman nasional di Indonesia, dan bahkan beberapa agen wisata sudah mengembangkan kedua kegiatan itu sebagai bagian dari wisata berwawasan alam, atau populer dengan istilah ekowisata. Dari tahun ke tahun peminat pengamatan hewan liar, terutama burung dan kupu-kupu, nampaknya semakin mengalami peningkatan. Ini didukung dengan maraknya kampanye antieksploitasi hewan liar, yang kemudian dikonversi ke tren baru, menikmati keindahan satwa di habitat aslinya.
Spider watching? Pengamatan laba-laba? Mungkin sangat asing di telinga orang Indonesia. Tapi percaya tidak percaya, aktivitas ini telah berkembang cukup pesat di negara-negara maju terutama di Amerika dan Eropa. Para penggemar laba-laba saat ini tidak hanya menjadikan laba-laba sebagai hewan kesayangan. Tetapi lebih dari itu mereka pergi ke berbagai tempat, mencari laba-laba di habitat asli, mengamati, mengidentifikasi, dan mendokumentasikannya. Setidaknya identifikasi dapat dilakukan sampai famili, dan lebih baik lagi sampai taksa yang lebih rendah. Mengingat kawasan subtropis memiliki keragaman jenis yang relatif rendah, didukung dengan majunya araneology (ilmu yang mempelajari laba-laba) di negara-negara barat, maka telah banyak tersedia buku panduan pengamatan (field guide), dengan gambar dan dilengkapi deskripsi jenis.
Mungkin nampak seperti pekerjaan yang aneh dan sia-sia. Tetapi jikalau dilihat lebih cermat lagi, aktivitas seperti itu banyak juga manfaatnya. Apalagi kalau berbicara tentang Indonesia yang notabene negara megabiodiversity (meskipun sayangnya belum sepenuhnya sadar akan kekayaan itu), pastilah sangat banyak jenis laba-laba yang dapat ditemukan. Dan mungkin juga jenis baru! Setidaknya kita akan lebih mengenal kekayaan alam negeri kita ini, dan lebih menghargai makhluk hidup ciptaanNya. Jadi apa salahnya kalau sekali-sekali cobalah mengamati dunia kecil milik laba-laba.
Mengamati laba-laba itu mudah, murah, dan mengasyikkan!
Mudah, karena sangat mudah menemukan laba-laba. Di pepohonan, di rimbunan rumput, di sekitar kolam, di balik batuan, di langit-langit rumah, bahkan di kolong tempat tidur Anda, sangat mungkin kita dapat menemukan makhluk berkaki 8 itu.
Murah, karena Anda tidak perlu repot-repot membawa berbagai peralatan mahal untuk dapat mengamati laba-laba. Buku panduan sederhana, lensa pembesar, dan kamera (jika ada) akan sangat membantu.
Mengasyikkan, ini mungkin baru dapat dirasakan jika sudah menemukan sensasi dari spider watching. Semakin sering mengamati laba-laba, akan semakin Anda tertantang menemukan jenis lain. Jika Anda mengidap arachnophobia (takut laba-laba dan kerabatnya), mungkin spider watching bisa menjadi terapi. Dimulai dari jenis-jenis yang kecil menggemaskan seperti lynx spider dan laba-laba peloncat (Salticidae) semakin meningkat ke jenis-jenis yang ‘menyeramkan’ macam tarantula dan sparassid.
Setahu saya, belum ada panduan lengkap tentang laba-laba di Indonesia. Jadi identifikasi sampai famili saja nampaknya sudah cukup susah. Dan memang tidak semua laba-laba dapat diidentifikasi hanya dengan mengamati secara langsung. Beberapa famili berikut mungkin relatif mudah dikenal:
Pholcidae (cellar spider) - memiliki tungkai-tungkai sangat panjang, membangun sarang di sekitar rumah, menggoyang sarang dengan keras jika merasa terganggu
Theridiidae (cob-web weavers) - laba-laba kecil keluarga black widow, sarang berbentuk tongkol, terkadang dilengkapi shelter yang terbuat dari potongan daun yang berbentuk kerucut
Araneidae, Tetragnathidae, dan Nephilidae (kelompok orb web) –, sarang berbentuk radial, sangat umum
Salticidae (jumping spider) – ukuran kecil sampai sedang, ciri khasnya memiliki 2 mata median anterior yang jauh lebih besar dari mata yang lain; dan seperti namanya, mereka meloncat dari satu tempat ke tempat lainnya. Mereka mudah ditemukan karena gaya hidup diurnal, memiliki mobilitas yang tinggi, memburu mangsa tanpa menggunakan jerat
Lycosidae (wolf spider) – biasa hidup di sawah, memburu serangga seperti wereng, ciri khas 2 mata median posterior ekstrim lebih besar.
Oxyopidae (lynx spider) - laba-laba kecil dengan susunan mata hexagonal, tungkai dengan spinae (semacam duri) panjang, gaya hidup pemburu mirip lycosid tetapi menyukai tajuk-tajuk rumput atau herba sebagai tempat menunggu mangsa.
Thomisidae (crab spider, flower spider) – relatif besar, memiliki tungkai-tungkai menyerupai kepiting, dengan abdomen besar, warna-warna cerah seperti kuning dan hijau, mata pada tuberkulus.
Sparassidae (huntsman) – sering ditemukan di dalam rumah, ukuran relatif besar
Theraphosidae (tarantula) – keluarga tarantula, hidup menggali lubang di tanah, di depan sarang diselubungi benang-benang halus.
Mereka yang mirip dengan laba-laba:
Opiliones (daddy long-legs, harvestmen) - mirip dengan cellar spider dilihat dari tungkai-tungkai yang ekstrim panjang. Hanya saja Opiliones merupakan ordo tersendiri, dengan ciri pembeda yang paling mudah yaitu tidak ada batas jelas antara cephalohorax dan abdomen (pada laba-laba ada tangkai pedisel)
Amblypygi (whip-spider), - dapat dibedakan dari abdomen yang berbuku-buku, pedipalp besar-raptorial, dan sepasang tungkai pertama mengalami modifikasi menjadi kaki antena
Poto: siapa tahu ada sparassid macam ini di bawah bantal Anda...